Bagi sebagian besar orang, likuidasi mungkin masih terdengar asing. Likuidasi adalah sebuah istilah yang mengacu pada pembubaran perusahaan akibat tidak mampu membayar utang atau memperpanjang perizinan. Mari mengenal likuidasi lebih mendalam dengan membaca artikel ini.
Istilah likuidasi sendiri kerap muncul ketika terdapat konflik di kalangan internal perusahaan maupun konflik antara perusahaan dengan pihak lainnya. Konflik tersebut bisa berpengaruh terhadap penyusutan harta atau aset perusahaan.
Likuidasi Adalah
Likuidasi juga dikenal dengan istilah lain, yaitu pembubaran. Istilah ini bisa didefinisikan sebagai proses penyelesaian kewajiban dan seluruh aset karena perusahaan dibubarkan oleh para pihak yang disebut likuidator.
Perusahaan menyelesaikan kewajibannya dengan cara menjual seluruh aset, menagih utang, pelunasan utang, kemudian mendistribusikan seluruh dana tersisa kepada para pemegang saham, serta mengakhiri status perusahaan sebagai sebuah badan hukum.
Proses likuidasi ini akan mengubah seluruh aset atau harta perusahaan menjadi uang tunai. Jika sampai batas waktu yang sudah ditentukan masih ada pemegang saham yang tidak mengklaim aset tersisa, maka aset tersebut akan dialihkan menjadi aset milik negara.
Likuidasi atau pembubaran terjadi karena perusahaan mengalami masalah finansial atau bangkrut. Kerugian yang terus menerus dan kebangkrutan membuat perusahaan tidak bisa terus bertahan lebih lama.
Ketika perusahaan sudah tidak mampu lagi memenuhi seluruh kebutuhan jangka pendeknya, maka langkah yang harus diambil adalah likuidasi.
Jenis-jenis Likuidasi
Berdasarkan penjelasan yang sudah diberikan di atas, likuidasi merupakan opsi terakhir yang bisa dipilih perusahaan ketika tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan jangka pendeknya. Likuidasi selanjutnya terbagi lagi menjadi 3 jenis berikut ini.
1. Likuidasi Wajib
Likuidasi wajib bisa terjadi ketika sebuah perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk membayar utangnya sehingga pihak pemberi utang (kreditur) mengajukan petisi penutupan perusahaan.
Selain kreditur, ada beberapa pihak lainnya yang juga dapat memberikan petisi antara lain penerima resmi, sekretaris negara atau lembaga lain yang setara, pemegang saham, bahkan perusahaan itu sendiri.
Petisi tersebut diajukan ke pengadilan. Kemudian pihak pengadilan yang akan memutuskan apakah sebuah perusahaan akan dilikuidasi atau tidak.
Jika perusahaan tidak mampu membayar atau melunasi utangnya hingga batas waktu yang sudah ditetapkan, maka perusahaan atau bisnis bubar secara resmi. Artinya, perusahaan tidak lagi bisa melakukan hal-hal yang berkaitan dengan hukum, kecuali urusan likuidasi.
Contoh dari likuidasi wajib ini adalah saat sebuah perusahaan tidak lagi mampu menanggung dan membayar beban utang, baik dalam jangka pendek maupun panjang.
Selanjutnya, pihak-pihak yang punya wewenang atas perusahaan tersebut memiliki hal untuk melayangkan petisi supaya perusahaan dilikuidasi atau dibubarkan.
2. Likuidasi Sementara
Likuidasi atau pembubaran sementara dapat dilakukan ketika sebuah perusahaan masuk ke dalam kondisi pelanggaran yang membuat aset-asetnya terancam. Likuidasi bisa diambil sebagai langkah alternatif hingga batas waktu tertentu atau hingga kondisi perusahaan membaik.
Dalam proses likuidasi sementara akan ditugaskan pihak likuidator untuk membantu perusahaan dalam menyelesaikan segala urusan likuidasi.
Likuidator di sini tidak memiliki tugas untuk memberikan penilaian atas klaim terhadap perusahaan maupun mendistribusikan aset tersisa kepada pihak kreditur.
Tugas utamanya adalah melindungi seluruh aset perusahaan serta mempertahankan status quo sambil menunggu hasil dari sidang petisi yang berlangsung di pengadilan.
Contoh likuidasi sementara adalah saat sebuah perusahaan terjerat masalah karena pelanggaran hukum. Meski perusahaan masih memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tanggung jawab serta dapat berjalan seperti biasa, tapi langkah likuidasi sementara bisa dijadikan pilihan.
Hal ini dilakukan sebagai upaya menyelamatkan perusahaan supaya tidak kolaps. Dengan begitu, manajemen perusahaan akan tetap bisa berjalan dengan baik.
3. Likuidasi Sukarela
Jenis yang terakhir adalah likuidasi atau pembubaran sukarela. Tidak seperti likuidasi wajib, pembubaran sukarela ini diambil setelah setiap kreditur sepakat. Jika semua kreditur tidak sepakat dalam satu suara, likuidasi sukarela tetap bisa diambil ketika 3/4 atau 75% kreditur menyetujuinya.
Dengan suara mayoritas setidaknya 75% tersebut, likuidasi sukarela bisa diproses dengan lancar. Likuidasi ini juga harus mendapatkan persetujuan dari haharan dewan perusahaan, termasuk di dalamnya ada suara dari direktur serta pemegang saham.
Salah satu contoh dari likuidasi sukarela adalah ketika sebuah perusahaan tidak mampu lagi menjalankan produksi atau kalah saing dengan kompetitor dan ingin mengakhiri bisnisnya.
Untuk mengakhiri bisnis, perusahaan bisa mengambil langkah berupa likuidasi sukarela. Langkah ini diambil untuk menghindarkan perusahaan dari kerugian yang lebih besar.
Faktor Penyebab Likuidasi
Pembubaran atau likuidasi yang terjadi pada sebuah perusahaan tentu tidak terjadi begitu saja. Bisa dipastikan bahwa di balik keputusan ini terdapat beberapa faktor yang berpengaruh. Berikut ini adalah beberapa hal kerap melatarbelakangi likuidasi sebuah perusahaan.
1. Masa Berlaku Perizinan Usaha Telah Habis
Sebuah badan usaha bisa berdiri dan menjalankan bisnisnya ketika sudah mengantongi izin usaha dari pihak terkait. Perusahaan perlu mendapatkan status badan hukum dari Kementerian Hukum dan HAM serta izin usaha dari Kementerian Perdagangan.
Kedua perizinan tersebut memiliki masa berlaku selama 5 tahun. Setelah masa berlakunya habis, perusahaan memiliki kewajiban untuk memperpanjang izin tersebut. Jika perizinan tidak diperpanjang, ini bisa menjadi salah satu faktor penyebab likuidasi.
Pihak-pihak berwenang bisa saja mencabut izin usaha sebuah perusahaan jika ditemukan pelanggaran. Hal tersebut juga dapat menjadi faktor penyebab likuidasi atau pembubaran perusahaan. Umumnya, hal ini terjadi pada perusahaan yang memiliki masalah finansial atau keuangan.
2. Kesalahan dalam Pengelolaan Finansial
Di balik sebuah perusahaan dan bisnis yang sukses, terdapat finansial atau keuangan yang dikelola dengan baik. Diperlukan strategi yang tepat dan tidak sembarangan untuk membuat keuangan perusahaan tetap sehat.
Jika keuangan perusahaan tidak dikelola dengan baik, akan timbul risiko kerugian yang besar. Hal ini tentu menjadi sebuah mimpi buruk bagi semua perusahaan dan pelaku bisnis.
Salah satu contoh pengelolaan finansial yang salah adalah perusahaan melakukan ekspansi atau pembukaan cabang baru saat kondisi keuangan belum memadai. Pengajuan pinjaman ke bank tanpa manajemen risiko yang baik juga membuat perusahaan tidak bisa melunasi pinjaman dengan lancar.
Jika contoh-contoh tersebut terjadi, kondisi finansial perusahaan akan terdampak. Ketika kondisi finansial perusahaan sudah sangat tidak sehat dan tidak bisa diselamatkan lagi, likuidasi pun menjadi solusi.
3. Utang yang Tidak Ditangani dengan Baik
Faktor terakhir yang membuat perusahaan terpaksa dibubarkan atau likuidasi adalah masalah utang. Tidak sedikit perusahaan yang menggunakan modal berupa pinjaman utang dari bank atau kreditur lainnya.
Ketika utang tidak dikelola dengan baik atau tidak dipakai untuk aktivitas produktif, maka akan berdampak buruk pada kondisi finansial perusahaan. Kemungkinan terburuknya, perusahaan tidak lagi mampu membayar seluruh utangnya.
Apalagi ketika jumlah utang perusahaan justru lebih besar dibandingkan total nilai seluruh aset yang dimiliki. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi perusahaan karena bisa dipastikan bahwa utang tidak akan terbayar ketika jatuh tempo. Jika sudah seperti ini, tidak ada opsi selain membubarkan perusahaan.
Sampai di sini, Anda sudah mempelajari banyak hal mengenai likuidasi, bukan? Likuidasi adalah opsi terakhir bagi perusahaan ketika tidak mampu lagi memenuhi seluruh kewajibannya, terutama karena masalah finansial.